Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi adalah:
1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan evaluasinya.
2. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
2. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
3. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu struktur organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara, sebagai suatu tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalan subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apoteker spasialis farmasi klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia (Siregar, 2004:71).
Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan pada SMF (Staf Medik Fungsional) yang ada. PFT dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia evaluasi penggunaan obat, subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi dietetik, atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus ini, sering kali melibatakan spesialis yang bukan anggota PFT (Siregar, 2004:71).
Fungsi dan Ruang Lingkup
1. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).

Posted by
Unknown

More

Instalasi Farmasi rumah sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dapat didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh asisten apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan atau sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004:25).
A. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IFRS dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2004 dan eveluasinya mengacu pada Pedoman Survei Akreditasi Rumah Sakit yang digunakan secara rasional, di samping ketentuan maasing-masing rumah sakit (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Tugas IFRS antara lain:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Fungsi IFRS antara lain:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memparbaharui standar obat.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril dan nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien yang meliputi kajian persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga pasien.
f. Memberi konseling kepada pasien atau keluarga pasien.
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
B. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Struktur organisasi IFRS dapat berkembang dalam tiga tingkat yaitu:
1. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan pemfungsian yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh.
2. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian/unit fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam daerah/bidang fungsional meraka, untuk mencapai mutu produk dan pelayanan yang diinginkan.
3. Manajer garis depan terdiri atas personel pengawas yang langsung memantau dan mengendalikankegiatan yang berkaitan dengan mutu selama bebagai tahap memproses produk dan pelayanan. (Siregar, 2004:48)
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi disesuaikan dengan situasi dan kondisi rumah sakit. (Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010)

Posted by
Unknown

More

Farmakognosi jantung farmasi bahan alam

Inti belajar farmasi bahan alam adalah farmakognosi. Mata kuliah ini memberikan dasar-dasar dalam mengetahui, memahami, dan mengerti obat yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun mineral serta ruang Iingkupnya dalam praktek pengobatan modern maupun tradisional. Selain itu, menjelaskan kegunaan obat yang berasal dari tumbuhan, hewan dan mineral serta pemeriksaan identitas obat alami, termasuk zat aktif yang mempunyai efek biologi bagi tubuh.
Istilah farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler (1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle Jerman, dalam disertasinya berjudul Analecta Pharmacognostica.
Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata Pharmakon dan gignosco. Pharmakon artinya ”obat” (ditulis dalam tanda petik karena obat di sini maksudnya adalah obat alam, bukan obat sintetis) dan gignosco yang artinya pengetahuan. Jadi, farmakognosi adalah pengetahuan tenatang obat-obat alamiah.
Pada awalnya masyarakat awan tidak mengenal istilah ”farmakognosi”. Oleh karenanya, mereka tidak bisa mengaitkan farmakognosi dengan bidang-bidang yang berhubungan dengan kesehatan. Padahal, farmakognosi sebenarnya menjadi mata kuliah yang sangat spesifik di bidang kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah mengetahui khasiat dari opiun (candu), kina, kelembak, peniilin, digitalis dan sebagainya. Namun, mereka tidak sadar bahwa yang diketahui itu adalah bidang dari farmakognosi. Mereka pun tidak mengetahui kalau bahan-bahan yang berbahaya seperti minyak jarak, biji saga, dan tempe bongkrek (aflatoksin) merupakan bagian dari pembicaraan farmakognosi.
Di dalam kuliah ini dibahas tentang tatanama dan taksonomi tumbuhan, tumbuhan dan hewan sebagai sumber obat, pendekatan taksonomi untuk mengkaji tumbuhan obat dan hewan untuk obat, aktivitas farmakologi bahan alami, produksi simplisia, perubahan simplisia dalam penyimpanan, produk alami dan HTS (High Throughput Screening), senyawa bioaktif dari organisme kelautan, tanaman obat sebagai bahan dasar penemuan obat baru, metabolit primer dan asal usul metabolit sekunder, asam organik dan lipida, karbohidrat, glikosida, minyak atsiri dan resin, steroid, isoprenoid, alkaloid, antikanker dari tumbuhan, obat dengan aktivitas antihepatotoksik dan hipoglikemik, dan identifikasi obat alami.
Materi yang terkandung dalam mata kuliah ini menjadi acuan dasar dalam proses rasionalisasi penggunaan obat bahan alam. Banyak penelitian farmakognosi yang menjadi landasan dari ”kenaikan derajat” obat bahan alam dari yang penggunaan berdasarkan pengalaman orang terdahulu (jamu) menjadi obat yang telah teruji klinik (fitofarmaka).
Dengan mendalami mata kuliah ini maka penulis fokus pada penelitian bahan alam yang dapat menjadi modal awal sebagai pengusaha obat tradisional. Di dukung dengan kesadaran masyarakat yang kembali pada pengobatan alami menjadikan pangsa pasar yang potensial untuk perkembangan usaha. Oraganisasi kesehatan dunia (WHO) pun mendukung penggunaan obat bahan alam dalam terapi pengobtan yang dilakukan dengan mencetuskan gagasan back to nature.
Data-data di atas menunjukkan betapa pentingnya mata kuliah farmakognosi untuk di dalami secara serius. Sehingga mata kuliah ini menjadi mata kuliah yang harus penulis jadikan mata kuliah yang wajib ditekuni secara lebih

Posted by
Unknown

More

Apoteker harus berperan dalam "Preventive Healthcare System"

Kasus hebohnya indomie yang dilarang di Taiwan menyadarkan saya, betapa masyarakat sangat membutuhkan informasi yang terpercaya, dari profesi yang kompeten terhadap itu. Apoteker seharusnya menjadi corong utama informasi dan edukasi mengenai segala hal mengenai obat, kosmetik dan makanan kepada masyarakat, selaku “reseptor” dari filosofi profesi apoteker. Saya pernah mengungkapkan hal ini di dalam pertemuan dengan BPOM di Bandung, bahwa para apoteker harus siap menjadi mata rantai SISPOM yang berhadapan langsung dengan masyarakat (tapi bukan untuk berkolusi).
Bayangkan, betapa sangat sangat strategisnya profesi apoteker bila pemerintah menjadikan apoteker ini tenaga kesehatan yang bisa memberi edukasi tentang bagaimana cara mencegah timbulnya penyakit, bagaimana menghindari zat-zat berbahaya, bagaimana menangani keracunan, bagaimana melakukan pertolongan pertama saat sakit, bahkan kecelakaan. Tidak semua masyarakat dengan sukarela mendatangi dokter untuk hal-hal seperti itu.
Mari kita tidak berbicara menjual obat atau perbekalan farmasi lainnya, karena itu sudah takdir apoteker menjadi profesi yang bertanggung jawab untuk itu. Justru seharusnya omset kecil di apotek kecil tidak dijadikan alasan profesi ini tidak bisa optimal. Andai saja kegiatan apoteker berupa konsultasi, edukasi preventive healthcare system, maka apoteker akan mendapatkan jasa profesi yang lambat laun tidak akan terpengaruh oleh besaran omset apotek tersebut.
Itu mimpi saya, mimpi semua para apoteker. Mari kita rangkai mimpi itu menjadi langkah2 kecil yang berarti. Besok, lusa bahkan berapa kali lebaran pun tidak menjadi soal mimpi ini kapan terwujud, karena inti dari perjuangan bukan selalu tidak pernah tertembak dalam semua pertempuran yang dimenangkan.

Posted by
Unknown

More

Obat generik dan obat paten

v OBAT GENERIK (Unbranded drug)
ü  Obat generik adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (misal : Amoxicillin, Metformin).
ü  Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”, sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya, sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya sama: amoxicillin. Contohnya: Parasetamol, Antalgin, Asam Mefenamat, Amoksisilin, Cefadroxyl, Loratadine, Ketoconazole, Acyclovir, Pantoprazole, Acetosal, Cetrizin, Deksametason, Nistatin dan lain-lain. Obat-obat tersebut sama persis antara nama yang tertera di kemasan dengan kandungan zat aktifnya. (Obat jenis ini biasanya dibuat setelah masa hak paten dari suatu obat telah berakhir dan menggunakan nama dagang sesuai dengan nama asli zat kimia yang dikandungnya). Contohnya : Panadol, Acevit, Aeroson, Albothyl, Curcuma, Lanavision, Exluton, Poldan mig, Sanmag, Neo Enstrostop, Microlax, myoviton, dll.
v OBAT PATEN

ü Obat Paten adalah obat yang telah ditemukan oleh peneliti yang berkhasiat, memerlukan biaya riset yang sangat besar, dan dilindungi dengan undang-undang paten (10-20 tahun). Biasanya obat ini cukup mahal. Seperti Viagra, Candesartan. Obat ini disebut juga obat buatan originator.
ü Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagaii tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.
Berdasarkan UU No 14 tahun 2001, tentang Paten, masa hak paten berlaku 20 tahun (pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10 tahun (pasal 9). Contoh yang cukup populer adalah Norvask. Kandungan Norvask ( aslinya Norvasc) adalah amlodipine besylate, untuk obat antihipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine. Bisa dibayangkan, produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal. Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain (termasuk berbagai bentuk upeti kepada pihak-pihak terkait), semuanya dibebankan kepada pasien.
Setelah masa hak paten berakhir, barulah industri farmasi lain boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine dengan berbagai merek. Amlodipine adalah nama generik dan merek-merek yang beredar dengan berbagai nama adalah obat generik bermerek. Bukan lagi obat paten, lha wong masa hak paten sudah berakhir. Anehnya, amlodipine dengan macam-macam merek dan kemasan harganya masih mahal, padahal yang generik haraganya sekitar 3 ribu per tablet.


v NAMA RESMI OBAT

ü   Nama resmi obat adalah nama obat yang terdaftar dalam publikasi resmi
ü  Nama resmi suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah yang bertanggung jawab. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi obat lebih dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic. Setiap jenis obat hanya mempunyai 1 nama generic yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.

Posted by
Unknown

More

ISTILAH DALAM FARMAKOLOGI

Ada 3 jenis pengobatan yaitu:
1. Terapi Kausal adalah pengobatan dengan cara meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria, dan sebagainya
2. Terapi Simptomatis adalah pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebab yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala
3. terapi Subtitusi adalah pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid

PLASEBO
adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk mengontrol efek dari pengharapan
Tujuan dari Plasebo yaitu :
1. Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang kecenduan maupun obat-obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun penderita kanker stadiumakhir
2. Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya
3. Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tida terlupa menelan pil Kb pada saat menstruasi

EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN
a. Efek Samping adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal
b. Ideosinkrasi adalah peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang sama sekali berlainan  dari efek normalnya
c. Alergi adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepesan histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antingen-antibodi.
d. Fotosensitasi adalah kepekeen berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat.

EFEK TOKSIK
adalah efek yang m,enimbulkan keracunan pada pasien akibat penggunaan  dosis maksimal yang berlebih

TOLERANSI, HABITUASI, DAN ADIKSI
- Toleransi Obat adalah peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutik yang sama.
Macam macam Toleransi Obat :
1. Toleransi Primer ( bawaan ), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya kelinci sangat toleran untuk antropin.
2. Toleransi Sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa waktu.
3. Toleransi Silang, dapat terjadi antara zat zat dengan struktur kimia serupa (misalnya : fenobarbital dan butobarbital), atau kadang kadang antara zat zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital.
4. Tachyphylaxis adalah toleransi yang timbul dengan pesat sekali, bila obat diulangi dalam waktu singkat.

-Habituasi / kebiasaan adalah kebiasaan dalam mengkonsumssi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaiti dengan induksi enzim, reseptor seunder, dan penghambatan resorpsi.

-Adiksi / Ketagihan yakni adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan dihentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.

RESISTENSI BAKTERI adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi kebal terhadap obat karena memiliki daya tahan yang lebih kuat.

KOMBINASI OBAT
Dua obat yang digunaan bersamaan, kerjanya dapat berupa :
# Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua.
# Sinergisme, dimana kekuatan obat saling memperkuat, Ada 2 jenis :
    a. Adisi / sumasi adalah kekuatan obat saling memperkuat kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing masing kekuatan obat tersebut.
    b. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut.

Keuntungan Kombinasi Obat :
- Menambah kerja terapeutik tanpa menembah efek buruk dan mengurangi toksisistas masing masing obat, misalnya Trisulfa
- Menghambat terjadinya resistensi, misalnya Rifampisin dan Isoniasid
- Memperoleh potensiasi misalnya Kotrimoksazol

Kerugian Kombinasi Obat :
- Pemborosan
- Takaran masing masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan, sedangkan takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula dosis obat lainnya
- Manfaat tidak memenuhi syarat
- Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies kuman

Posted by
Unknown

More

KONSEP KEFARMASIAN

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik formulasiobat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi / pembakuan obat serta pengobatan, termasuk pula sifat - sifat obat dan distribusiserta penggunaannya yang aman.
Farmasi dalam bahasa Yunani disebut FARMAKON yang berarti MEDIKA / OBAT, sedangkan Ilmu Resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat - obatan menjadi bentuk tertentu ( meracik ) hingga siap digunakan sebagai obat.
Ada anggapan bahwa ilmu ini mengandung arti seni sehingga dapat dikatakan bahwa Ilmu Resep adalah ilmu yang mempelajari seni meracik obat (art of drug compounding), terutama ditujukan untuk melayani resep dokter. Oleh karena itu, Profesi Farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan ilmu dalam penyediaan (pengolahan) bahan sumber alam dan bahan sintetis yang cocok dan menyenangkan untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit.
Penyediaan obat - obatan disini mengandung arti pengumpulan, penenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat- obatan. Melihat ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka mudah dipahami bahwa ilmu resep tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama yang baik dengan cabang ilmu  lain, seperti fisika, kimia, biologi, dan farmakologi.
Pada watu seseorang mulai masuk ke dalam pendidikan efarmasian berarti dia mulai mempersiapkan dirinya untuk melayani masyarakat dalam hal :
  • Memenuhi kebutuhan obat - obatan yang aman dan bermutu
  • Pengaturan dan pengawasan distribusi obat - obatan yang beredar dimasyarakat
  • Meningkatkan peranan dalam bidang penyelidikan dan pengembangan obat
Mempelajari resep berarti mempelajari penyediaan obat - obatan untuk kebutuhan si sakit. Seorang akan sakit jika mendapatkan serangan dari bibit penyakit, sedangkan bibit penyakit tersebut telah ada sejak diturunkannya manusia pertama

Posted by
Unknown

More
Akbar h.bakkang. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / TatapMata

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger