Tan Malaka: Komunis Moderat atau Islam Kiri?

Ya, saya katakan, ketika saya berdiri di depan Tuhan saya adalah seorang Muslim, tapi ketika saya berdiri di depan banyak orang saya bukan seorang Muslim, karena Tuhan mengatakan bahwa banyak iblis di antara banyak manusia!”

Itu adalah sepenggal dari pidato Tan Malaka, tokoh Marxis Indonesia yang juga sering disebut-sebut sebagai bapak pelopor Republik ini. Tidak banyak yang mengetahui sepak terjang beliau dalam peta perpolitikan dan sejarah bangsa ini, karena mungkin dahulu sempat berseberangan ideologi dan pemikiran dengan beberapa petinggi negara ini. Sebut saja Soekarno, yang juga sempat “belajar” dari Tan Malaka ini, tercatat pernah menjebloskan Tan Malaka ke dalam penjara dan konon katanya beliau juga dalang dibalik pembunuhan Tan Malaka.

Berkat beberapa tulisannya seperti Massa Actie, Naar de Republik, Dari Penjara ke Penjara dan Madilog, saat ini orang-orang mulai mengetahui siapa sebenarnya Tan Malaka ini dan bagaimana kontribusi beliau dalam sejarah pembentukan Republik kita ini. Perjalanan hidup Tan Malaka ini hampir seperti cerita fiksi saja, dimulai dari petualangan dia di Eropa saat mulai berkenalan dengan Marxisme dan Komunisme kemudian cerita mengenai pelarian dia di beberapa negara di Asia.

Tan Malaka lahir di tengah-tengah keluarga yang Islami di daerah Sumatera Barat pada tahun 1894, dan sempat mengenyam pendidikan di sekolah pelatihan guru di Bukittinggi sampai kemudian melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda. Disana beliau mulai memahami kaitan antara Kapitalisme, Imperialisme dan Perjuangan Kelas setelah meletusnya Revolusi Rusia 1917. Pada periode ini Tan Malaka terserang penyakit TBC, penyakit yang kemudian mengganggu perjalanan hidup Tan Malaka.

Hal yang menarik pada periode ini adalah motivasi ketertarikan beliau pada Marxisme dan Komunisme, yang pada akhirnya sering bertentangan dengan agama. Pada periode selanjutnya Tan Malaka acapkali menunjukkan bahwa Komunisme dapat berjalanan beriringan dengan Islam, yang beliau tunjukkan melalui kerjasama antara PKI dan Sarekat Islam pada waktu itu. Lebih menarik lagi adalah buku Madilog yang beliau tuliskan, jika Anda benar-benar membacanya Anda akan merasa kebingungan dengan ideologi yang dibawa oleh Tan Malaka. Mungkin penggalan dari pidato Tan Malaka diatas saat menghadiri Kongres Komunis Internasional cukup menggambarkan bagaimana ideologi beliau dan bagaimana beliau melihat agama, khususnya Islam. Kemudian sejarah mengenai kontribusi Tan Malaka cukup abu-abu dalam dunia sejarah Indonesia, tidak banyak referensi mengenai ini. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kontribusi dan pemikiran Tan Malaka, sumber yang paling mudah adalah melalui tulisan-tulisan beliau.

Tulisan-tulisan Tan Malaka cukup shahih digunakan sebagai referensi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemikiran Tan Malaka ini. Di dalam Naar de Republik dan Massa Actie, Tan Malaka mengungkap beberapa pandangan beliau mengenai kondisi dunia dan Indonesia sendiri. Pandangan Tan Malaka di dalam buku ini bisa dibilang sebagai pandangan yang melampaui zamannya. Bagaimana tidak, di dalam kedua buku tadi Tan Malaka menjelaskan secara sistematik strength, weakness, opportunity dan threat bangsa Indonesia dalam memerdekakan bangsanya. Kedua buku ini ditulis tahun 1920-an, periode dimana nilai-nilai kebangsaan baru saja terbentuk dan Tan Malaka dengan gamblangnya telah merampungkan 2 buah buku yang bisa dibilang platform pembentukan Republik Indonesia. Perjalanan hidup menjadi modal yang berharga dalam penyusunan buku tersebut, yang bisa dibilang sebagai buku pegangan bagi para pejuang-pejuang Indonesia kala itu. Perjalanan hidup beliau sebagai agen Komunis Internasional yang pernah menyusun buku mengenai kondisi ekonomi dan politik Indonesia menjadi salah satu pengalaman penting yang menjadi modal utama, buku ini diterbitkan di Rusia. Di dalam kedua buku tersebut juga Tan Malaka menjelaskan bagaimana Republik ini harus dibentuk dan juga menjelaskan program-program yang harus dilaksanakan setelah Republik ini terbentuk. Untuk masalah program ini, Tan malaka, mengklaim bahwa pada zamannya belum banyak partai yang sanggup mendeskripsikan ideologinya ke dalam tataran strategi dan program sehingga mampu mencakup dan menyentuh semua sektor.  Istilah republik, revolusi dan beberapa istilah perjuangan/pergerakan lainnya akan banyak Anda jumpai di kedua buku ini.

Ketertarikan beliau pada Marxisme dan Komunisme, bisa jadi karena latar belakang kehidupan di Indonesia yang pada saat itu masih dijajah Belanda. Belanda di Indonesia diibaratkan oleh Tan Malaka sebagai perwakilan dari Kapitalisme dan Imperialisme. Selain itu juga, bisa jadi, diakibatkan kehidupan Tan Malaka yang kurang beruntung selama di Belanda. Hal ini bisa diketahui dari riwayat penyakit yang diidap Tan Malaka selama disana akibat kondisi cuaca dan makanan. Kekecewaan Tan Malaka terhadap Kapitalisme dan perasaan senasib dengan mereka yang disebut “proletar”, menggiring pemikiran Tan Malaka mendekati Komunisme yang mana mengagung-agungkan pemerataan sosial. Tetapi jika Anda membaca semua buku tulisan Tan Malaka, Anda akan mendapati kesimpulan bahwa pada dasarnya dia tidak membenci Kapitalisme. Dia melihat kapitalisme di Indonesia tidak lahir dari rahim putra bangsa, tetapi lahir dari keserakahan bangsa lain. Dan hal ini dibaratkan sebagai bayi yang lahir prematur, yang pada saatnya nanti bisa mengganggu perjalanan hidup si bayi atau bahkan sampai meninggal. Dan saat itu, secara logis Tan Malaka pasti mencari ideologi lain yang mungkin bisa membantu Indonesia lepas dari kungkungan Kapitalisme dan Imperialisme ini.

Patut digarisbawahi, mengapa Tan Malaka tidak mengambil Islam sebagai dasar gerakan beliau, mengapa lebih memilih Komunisme. Padahal Tan Malaka ini lahir dari keluarga yang sangat agamis, dan pengetahuannya tentang Islam cukup luas dan dalam. Seperti biasa, segala sesuatu pasti ada penyebabnya. Jika melihat beberapa tulisan beliau, terlihat kekecewaan beliau terhadap orang-orang yang menggunakan agama sebagai alat mistik untuk membohongi/memanipulasi manusia lainnya.  Jelas sekali bahwa kekecewaan Tan Malaka itu bukan pada agama, tetapi lebih kepada manusia-manusianya. Sehingga terlihat sekali pada buku Madilog, bagaimana dia memaparkan agama atau kepercayaan itu.

Pada dasarnya, Komunisme yang dibawa Tan Malaka adalah semacam Komunisme bangsa timur, yang jauh lebih moderat. Tan Malaka akhirnya kemudian menganalogikan bagaimana kepercayaan dia terhadap Tuhan, yaitu didalam kalimat “Jadi menurut Madilog Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula undangnya Alam Raya itu berlaku.” Dan wajar saja jika beliau membawa ideologi ini, karena pada masanya kondisi di Indonesia tidak jauh dari hari ini, dimana ada golongan-golongan tertentu yang hidup bermewah-mewahan namun lebih banyak mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan. Isu sosial selalu menjadi isu sentral dalam pandangan beliau.

Tidak mudah untuk mendeskripsikan ideologi beliau, seorang komunis moderat kah atau aktivis islam kiri?

0 komentar:

Akbar h.bakkang. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / TatapMata

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger