Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan RI No.
1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spasialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga
kesehatan lainnya.
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi adalah:
1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan evaluasinya.
2. Melengkapi
staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Depkes RI,
2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi
rumah sakit setempat:
1. Panitia
Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter
bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua Staf Medis
Fungsional yang ada.
2. Ketua
Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi
klinik, maka sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah
apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
3. Panitia
Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar
dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan
bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
4. Segala
sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi)
diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5. Membina
hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya
berhubungan dengan penggunaan obat (Depkes RI, 2004,
http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan
bahwa keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut
mempunyai hak suara yang sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas
A dan B) perlu diadakan suatu struktur organisasi PFT yang terdiri atas
keanggotaan inti yang mempunyai hak suara, sebagai suatu tim pengarah
dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh berbagai
subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalan
subpanitia adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis
informasi obat, apoteker spasialis farmasi klinik, dan berbagai ahli
sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia (Siregar,
2004:71).
Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan
penyakit sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan
pada SMF (Staf Medik Fungsional) yang ada. PFT dapat juga membentuk
subpanitia untuk kegiatan tertentu, misalnya subpanitia pemantauan dan
pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia evaluasi penggunaan obat,
subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi
dietetik, atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus
ini, sering kali melibatakan spesialis yang bukan anggota PFT (Siregar,
2004:71).
Fungsi dan Ruang Lingkup
1. Mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk
dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang
sama.
2. Panitia
Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.
4. Membantu
instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record
dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat
secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan
ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat
(Depkes RI, 2004, http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli
2010).
Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
4. Melaksanakan
pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik
atas hasil pengkajian tersebut (Depkes RI, 2004,
http://dinkes-sulsel.go.id, diakses tanggal 20 Juli 2010).
0 komentar:
Posting Komentar