Pemasok Obat Untuk Rumah Sakit

3.1 Pemasok Obat Untuk Rumah Sakit
Pemasok adalah suatu organisasi/ lembaga yang menyediakan atau memasok produk atau pelayanan kepada konsumen. Pemasok obat untuk rumah sakit pada umumnya adalah Industri Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi. Untuk memperoleh obat atau sediaan obat yang bermutu baik, perlu dilakukan pemilihan pemasok obat yang baik dan produk obat yang memenuhi semua persyaratan dan spesifikasi mutu. Jadi, salah satu komponen dari Praktek Pengadaaan Obat Yang Baik (PPOB) ialah pemilihan pemasok yang memenuhi persyaratan (Siregar, 2004:289).
3.1.1 Kriteria Umum Pemilihan Pemasok
IFRS harus menetapkan kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit. Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit adalah, tetapi tidak terbatas pada hal berikut:
1. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar).
2. Telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000.
3. Mempunyai reputasi yang baik, artinya tidak pernah:
    1. Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku
    2. menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat
    3. Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu yang buruk
4. Selalu mampu dan dapat memenuhi kewajiban sebagi pemasok produk obat yang selalu tersedia dan dengan mutu yang tertinggi, dengan harga yang terendah (Siregar, 2004:289).
3.1.2 Identifikasi Pemasok Sediaan Farmasi Yang Mungkin Untuk Rumah Sakit
IFRS harus melakukan proses untuk mengidentifikasi pemasok sediaan farmasi yang mungkin. Proses itu mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada kombinasi dari berbagai komponen berikut:
1. Mengevaluasi sistem mutu yang diterapkan pemasok, berdasarkan evaluasi dokumen dan evaluasi di lapangan. Pemasok harus mengizinkan apoteker rumah sakit untuk menginspeksi sistem mutu manufaktur dan pengendalian mutu
2. Menganalisis informasi tentang unjuk kerja pemasok, dan harus dikembangkan ketetapan serta kriteria operasional dan ditetapkan untuk mengases kehandalan pemasok dan menghindari subjektivitas. Kurangnya ketetapan serta kriteria untuk menetapkan pemasok yang ditolak menimbulakan keraguan pada kejujuran proses pengadaan.
3. Untuk pemasok yang baru, adalah penting menginspeksi secara visual sampel sediaan obat, kemasan dan penandaan.
4. Menguji mutu sediaan obat di laboratorium IFRS (jika ada), mengkaji hasil uji laboratorium pihak ketiga yang telah diakreditasi, atau hasil uji laboratorium pemasok yang telah diakreditasi
5. Mengkaji pengalaman terhadap sediaan pemasok yang dipublikasikan oleh pengguna lain atau informasi dari berbagai rumah sakit lain.
6. Mengevaluasi riwayat mutu, sediaan farmasi yang lampau yang disuplai oleh pemasok
7. Mengkaji mutu produk, harga, unjuk kerja penghataran, dan tanggapan pemasok jika ada masalah
8. Mengaudit sistem manajemen mutu pemasok dan mengevaluasi kemampuan yang mungkin untuk mengadakan sediaan obat yang diperlukan secara efisien dan dalam jadwal
9. Mengkaji acuan tentang kepuasan konsumen (dokter dan penderita)
10. Mengevaluasi pengalaman yang relevan dengan pemasok
11. Mengases finansial guna memastikan kelangsungan hidup pemasok dalam seluruh periode suplai yang diharapkan
12. Kemampuan layanan dan dukungan
13. Kemampuan logistik termasuk lokasi dan sumber (Siregar, 2004:289).
3.1.3 Hal Yang Perlu Disepakati Antara IFRS dan Pemasok
Kesepakatan Tentang Jaminan Mutu Pasokan
IFRS harus mengadakan suatu kesepakatan yang jelas dengan pemasok mengenai jaminan mutu terhadap produk yang dipasok. Satu atau lebih dari metode di bawah ini dapat digunakan dalam kesepakatan
jaminan mutu terhadap produk yang dipasok:
1. Mengandalkan sistem mutu pemasok dengan mengadakan audit dokumen mutu dan di lapangan
2. Penyertaan data inspeksi/pengujian yang ditetapkan dan rekaman pengendalian proses dari pemasok
3. Penerapan standar sistem mutu formal sesuai kontrak yang disetujui IFRS dan pemasok (standar formal dapat ditetapkan oleh IFRS, yaitu SNI 19-9004-2001 dan SNI 19-9004-2002)
4. Evaluasi secara berkala terhadap praktek pengendalian mutu pemasok oleh IFRS atau oleh pihak ketiga
5. Inspeksi/pengujian penerimaan lot dengan pengambilan contoh oleh pemasok
6. Inspeksi penerimaan dan penyortiran oleh IFRS (Siregar, 2004:290).
Kesepakatan Mengenai Metode Verifikasi
Kesepakatan yang jelas harus diadakan oleh IFRS bersama pemasok mengenai metode yang digunakan untuk memverifikasi kesesuaian terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kesepakatan tersebut, dapat mencakup pertukaran data inspeksi dan/atau pengujian, dengan tujuan peningkatan mutu selanjutnya. Adanya kesepakatan tersebut dapat memperkecil kesulitan dalam penafsirkan persyaratan, metode inspeksi, pengujian, atau pengambilan contoh (Siregar, 2004:290).
Kesepakatan Untuk Penyelesaian Perselisihan
Sistem dan prosedur harus ditetapkan IFRS bersama pemasok untuk penyelesaian perselisihan yang berkaitan dengan mutu yang terjadi dikemudian hari (Siregar, 2004:291).
3.1.4 Kewajiban Pemasok
Pemasok harus dapat memenuhi persyaratan dan/atau ketentuan tersebut di bawah ini:
Ketentuan Teknis
Ketentuan teknis mencakup:
1. Atas permintaan apoteker, pemasok harus memberikan:
a. Data pengendalian analitik
b. Data pengujian sterilitas
c. Data kesetaraan hayati
d. Uraian prosedur pengujian bahan mentah da sediaan jadi
e. Informasi lain yang dapat menunjukkan mutu sediaan obat jadi tertentu. Data pengujian dari laboratorium independen yang telah diakreditasi harus diberikan tanpa dibayar
2. Semua obat dan/atau sediaannya harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh PFT dan IFRS.
3. Sedapat mungkin, semua sediaan obat tersedia dalam kemasan unit tunggal atau dosis unit atau kemasan selama terapi.
4. Nama dan alamat manufaktur dari bentuk sediaan akhir dan pengemas atau distributor harus tertera pada etiket sediaan.
5. Tanggal kedaluwarsa harus secara jelas tertera pada etiket kemasan.
6. Informasi terapi, biofarmasi, dan toksikologi harus tersedia untuk apoteker atas permintaan.
7. Materi edukasi untuk penderita dan staf, yang penting untuk penggunaan yang tepat dari sediaan obat harus tersedia secara rutin.
8. Atas permintaan, pemasok harus memberikan bukti dari setiap pernyataan berkaitan dengan kemanjuran, keamanan dan keunggulan produknya.
9. Atas permintaan, pemasok harus memberikan tanpa biaya, suatu kuantitas yang wajar dari produknya yang memungkinkan apoteker untuk mengevaluasi sifat fisik, termasuk keelokan farmasetik (penampilan dan ketidakadaan kerusakan atau cacat fisik) kemasan dan penandaan (Siregar, 2004:291).
Kebijakan Distribusi
1. Apabila memungkinkan, penghantaran tiap jenis sediaan obat harus berasal dari suatu nomor lot/bets tunggal.
2. Kecuali ditetapkan atau dipersyaratkan lain oleh pertimbangan stabilitas, tidak kurang dari suatu jarak waktu 12 bulan harus tersedia, antara waktu penghantaran sediaan dan tanggal kedaluwarsanya.
3. Pemasok harus menerima, tanpa pengesahan sebelumnya, kemasan sediaan obat yang belum dibuka yang dikembalikan yang belum lewat tanggal kedaluwarsa. Pengembalian uang penuh seharga pembelian harus kontan atau dimasukkan ke dalam rekening rumah sakit.
4. Pemasok harus mengirimkan semua pesanan sediaan obat tepat waktu, ongkos kirim prabayar oleh pemasok, dan menyertakan daftar kemasan pada setiap pengiriman. Semua sediaan obat “yang habis persediaan” harus dicatat, dan ketersediaan yang diantisipasi dari sediaan itu harus secara jelas dinyatakan (Siregar, 2004:290).
Kebijakan Pemasaran dan Penjualan
1. Pemasok, tidak diperkenankan menggunakan nama apoteker atau nama IFRS dalam iklan atau materi promosi.
2. Pemasok harus menghormati keputusan sistem formularium yang dibuat oleh PFT, dan PPF (Perwakilan Perusahaan Farmasi) harus memenuhi peraturan rumah sakit yang menguasai kegiatan PPF.
3. Pemasok tidak diperkenankan memberikan uang, alat atau barang kepada IFRS atau stafnya sebagai bujukan untuk membeli produk pemasok.
4. Dalam mengambil bagian dalam suatu kontrak untuk memasok sediaan obat, pemasok harus menjamin menyediakan pada harga yang ditetapkan setiap sejumlah minimum sediaan obat yang ditetapkan. Jika pemasok tidak mampu memenuhi janji pasokan itu, pemasok harus mengganti pengeluaran rumah sakit untuk pembayaran biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh sediaan obat itu dari sumber lain. Jika selama kontrak berlaku, terjadi pengurangan harga maka berlaku harga yang lebih rendah (Siregar, 2004:292).
3.1.5 Hubungan IFRS Dengan Pemasok
IFRS dan pemasok industri farmasi harus saling bekerja sama dalam peningkatan mutu produksi industri farmasi dan mutu pelayanan IFRS. Untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara IFRS dan industri farmasi, komunikasi harus pula ditingkatkan di antara keduanya (Siregar, 2004:292).
“IFRS dan industri farmasi harus menetapkan sistem manajemen mutu menyeluruh (S3M) agar kedua lembaga ini selalu dapat memuaskan konsumen “(Siregar, 2004:292).
Dalam pengadaan sediaan obat untuk rumah sakit, IFRS harus menerapkan manajemen proses mutu metode modern menggantikan manajemen produk metode tradisional. Migrasi peningkatan mutu dari manajemen produk ke manajemen proses mutu meratakan jalan untuk memeperluas teknik peningkatan mutu di luar manufaktur. Metode tradisional difokuskan produk atau keluaran yang memerlukan inspeksi/pengujian bahan baku maupun sediaan akhir yang lebih ketat untuk peningkatan mutu. Dengan pendekatan ini, mutu yang lebih baik dapat dicapai dengan pengeluaran dan pemborosan yang meningkat dan harga yang lebih tinggi. Hal ini berlawanan dengan metode modern, yang peningkatan mutu terpusat pada proses, dengan pendekatan demikian, mutu yang lebih baik dapat dicapai tanpa memerlukan peningkatan biaya (Siregar, 2004:292).

Salah satu strategi untuk meningkatkan komunikasi antara IFRS dan industri farmasi ialah mengadakan program orientasi formal untuk Perwakilan Perusahaan Farmasi (PPF). Program orientasi dapat digunakan untuk mendiskusikan standar di rumah sakit bagi PPF, selain itu dapat digunakan untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada PPF sehinggga ia memahami berbagai sistem rumah sakit. Suatu pengertian yang akurat tentang sistem pembelian, sistem penghantaran obat, dan sistem formularium akan membantu PPF dalam melaksanakan pelayanan yang perlu untuk rumah sakit (Siregar, 2004:293).
Komunikasi antara industri farmasi dengan apoteker rumah sakit harus terbuka dan berkelanjutan. Apoteker rumah sakit harus mengkomunikasikan kebutuhan rumah sakit kepada industri, dan industri harus berusaha memenuhi kebutuhan itu. Informasi ilmiah berkaitan dengan sifat fisik (stabilitas, kompatibilitas, pH) dan sifat klinik (farmakokinetik) harus dikomunikasikan kepada apoteker rumah sakit. Hal sama, industri farmasi harus secara efisien mengkomunikasikan kebutuhannya kepada apoteker rumah sakit (Siregar, 2004:293).
3.1.6 Pemasok Sebagai Mitra IFRS
IFRS dapat memperoleh manfaat dari pengadaan hubungan dengan pemasok (industri farmasi dan PPF) untuk meningkatkan serta memberi kemudahan komunikasi yang jernih dan terbuka, dan untuk meningkatkan proses yang menciptakan nilai. Ada berbagai peluang bagi IFRS untuk meningkatkan nilai melali kerja sama denagn pemasok dalam berbagai kegiatan berikut:
1. Mengoptimasikan jumlah pemasok dan mitra.
2. Mengadakan komunikasi dua arah pada tingkat yang paling sesuai dalam kedua lembaga (IFRS dan pemasok) guna memudahkan solusi masalah yang cepat dan untuk menghindari keterlambatan atau perselisihan yang mahal.
3. Bekerja sama dengan pemasok dalam memvalidasi kemampuan proses mereka.
4. Memantau kemampuan pemasok menghantarkan sediaan obat yang bermutu.
5. Mendorong pemasok untuk menerapkan program peningkat-an/perbaikan terus-menerus dan untuk berpartisipasi dalam perkara peningkatan bersama.
6. Melibatkan pemasok dalam kegiatan pengembangan dan/atau desain IFRS untuk berbagi pengetahuan dan memperbaiki/meningkatkan realisasi dan penghantaran obat yang sesuai (Siregar, 2004:294).

0 komentar:

Akbar h.bakkang. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / TatapMata

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger