Kasus hebohnya indomie yang dilarang di Taiwan menyadarkan saya,
betapa masyarakat sangat membutuhkan informasi yang terpercaya, dari
profesi yang kompeten terhadap itu. Apoteker seharusnya menjadi corong
utama informasi dan edukasi mengenai segala hal mengenai obat, kosmetik
dan makanan kepada masyarakat, selaku “reseptor” dari filosofi profesi
apoteker. Saya pernah mengungkapkan hal ini di dalam pertemuan dengan
BPOM di Bandung, bahwa para apoteker harus siap menjadi mata rantai
SISPOM yang berhadapan langsung dengan masyarakat (tapi bukan untuk
berkolusi).
Bayangkan, betapa sangat sangat strategisnya profesi apoteker bila
pemerintah menjadikan apoteker ini tenaga kesehatan yang bisa memberi
edukasi tentang bagaimana cara mencegah timbulnya penyakit, bagaimana
menghindari zat-zat berbahaya, bagaimana menangani keracunan, bagaimana
melakukan pertolongan pertama saat sakit, bahkan kecelakaan. Tidak semua
masyarakat dengan sukarela mendatangi dokter untuk hal-hal seperti itu.
Mari kita tidak berbicara menjual obat atau perbekalan farmasi
lainnya, karena itu sudah takdir apoteker menjadi profesi yang
bertanggung jawab untuk itu. Justru seharusnya omset kecil di apotek
kecil tidak dijadikan alasan profesi ini tidak bisa optimal. Andai saja
kegiatan apoteker berupa konsultasi, edukasi preventive healthcare
system, maka apoteker akan mendapatkan jasa profesi yang lambat laun
tidak akan terpengaruh oleh besaran omset apotek tersebut.
Itu mimpi saya, mimpi semua para apoteker. Mari kita rangkai mimpi
itu menjadi langkah2 kecil yang berarti. Besok, lusa bahkan berapa kali
lebaran pun tidak menjadi soal mimpi ini kapan terwujud, karena inti
dari perjuangan bukan selalu tidak pernah tertembak dalam semua
pertempuran yang dimenangkan.
0 komentar:
Posting Komentar