DEXITAB
Dexitab atau obat sejenis dextromethorphan yang berbentuk
tablet dan setiap tablet komposisinya mengandung dextromethorphan HBr
(HydroBromidum) 15-60 mg.
FARMAKOLOGI
Dexitab merupakan salah
satu obat pereda batuk pada gangguan otak (SSP). Tidak seperti obat
batuk lainnya, dexitab sering kali disalah gunakan oleh konsumen sebagai
pecandu drugs. Konsumen tidak mengetahui dosis pemakaian untuk obat
Indikasi:
Meringankan
batuk karena flu, alergi dan hidung tersumbat. ini, karena kebanyakan
dari konsumen hanya memakai untuk keperluan yang lain.
Kontraindikasi:
Dosis:
Dextrofen
Kapsul Dewasa: 3 x sehari 1–2 kapsul sesudah makan Anak-anak: Menurut
petunjuk dokter Dextrofen Sirop Dewasa: 3–4 x sehari 2 sendok the
Anak-anak 6–12 tahun: 3–4 x sehari 1 sendok teh Anak-anak 2–6 tahun: 3–4
x sehari 1/2 sendok teh Anak di bawah 2 tahun: Menurut petunjuk dokter.
Kemasan:
Dextrofen Kapsul Botol isi 60 kapsul Dextrofen Sirop Botol isi 60 ml
Perhatian
Tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit tiroid.
Keterangan
Perhatian untuk penderita tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan hipertiroidismus.
Penggolongan
lain dari obat antitusiva dapat dilakukan menurut titik-kerjanya, yaitu
dalam otak SSP (Susunan Saraf Pusat) atau di luar SSP, yakni zat-zat
sentral dan zat-zat perifer.
1. Zat-zat sentral. Kebanyakan atitusiva
bekerja sentral dengan menekan pusat-batuk di sumsum-lanjutan dan
mungkian juga bekerja terhadap pusat-saraf lebih tinggi ( di otak )
dengan efek menenangkan. Dengan demikan zat-zat ini menekan ambang bagi
impuls batuk. Dapat dibedakan antara zat-zat yang menimbulkan adiksi
(ketagihan) dan zat-zat bersifat non-adiktif.
a. Zat adiktif. Candu
(Pulvis Opii, Pulvis Doveri), kodein. Zat-zat ini termasuk dalam
kelompok obat yang disebut ”opioid”, yakni obat-obat yang memiliki
(sebagian) sifat farmakologi dari candu (opium) atau morfin.
b. Zat
non-adiktif. Noskapin, dekstrometorfan, pentoksiverin. Antihistaminika
dianggap termasuk juga dalam kelompok ini, misalnya prometazin dan
difenhidramin. Obat-obat ini tidak termasuk dalam Daftar Narkotika,
bahkan diperjualkan bebas tanpa resep.
2. Zat-zat perifer. Obat-obat
ini bekerja diluar SSP (di periferi) dan dapat dibagi pula dalam
beberapa kelompok yang sudah di uraikan di atas, yakni emolliensia,
ekspektoransia, mukolitika, anestetika lokal, dan zat-zat pereda.
ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. Kodein. Kandungannya metilmorfin
Alkaloid
candu ini memilki sifat seperti morfin, tetapi efek analgetis dan
meredakan batuknya jauh lebih lemah, begitu pula efek depresinya
terhadap pernapasan. Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan
penghilang rasa sakit, biasanya dikombinasi dengan asetosal/antibiotic
yang sering juga disebut asam asetilsalisilat yang memberikan efek
potensiasi.
Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa dan
terbatas pada obstipasi, mual dan muntah, pusing dan
termangu-mangu(mabuk). Walaupun kurang hebat dan lebih jarang pada
morfin, obat ini pula dapat membuat ketagihan.
2. Dekstrometorfan. Kandungannya methoxylevorphanol
Derivate-fenentren
non-narkotik sintesis ini berkhasiat menekan rangsangan batuk, yang
sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih lama. Tidak berkhasiat
analgetis, sedatif, sembalit atau adiktif, maka tidak termasuk Daftar
Narkotika. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk
di otak. Pada penyalah gunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek
stimulasi SSP dengan menimbulkan semacam euforia, maka kadang kala
digunakan oleh pecandu drugs.
Efek sampingya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, temangu-mangu, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus.
Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin yang berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal, paru-paru, selapit lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.
Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya melalui persaingan substrat atau ”competitive inhibition”. Obat-obat inipun tidak menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigen-antibody, melainkan masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor) dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing dengan histamin untuk sel-sel reseptor tersebut.
Penelitian-penelitian akan zat-zat yang dapat melawan efek histamin H2 tersebut telah menghasilkan penemuan suatu kelompok zat-zat baru yaitu antihistaminika reseptor-reseptor H2 atau disingkat H2- blockers seperti burimamida, metiamida dan simetidin. Zat-zat ini merupakan antagonis-antagonis persaingan dari histamin, yang memiliki afinitas besar terhadap reseptor-reseptor H2 tanpa sendirinya memiliki khasiat histamin. Dengan menduduki reseptor-reseptor tersebut, maka efek histamin dirintangi dan sekresi asam lambung dikurangi.
Dari ketiga obat baru tersebut hanya imetidin digunakan dalam praktek pada pengobatan borok-borok lambung dan usus. Obat-obat lambung burimamida kurang kuat khasiatnya dan resorpsinya dari usus buruk sedangkan metiamida diserap baik, tetapi toksis bagi darah (agranulocytosis).
Penggolongan
Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada wanita hamil.
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
Tabel 1. Penggolongan Antihistamin H1 (AH1)
Antihistamin ( AH1) Generasi Pertama
| |
1.
|
Azatadine
|
2.
|
Azelastine
|
3.
|
Brompheniramine
|
4.
|
Chlorpheniramine
|
5.
|
Clemastine
|
6.
|
Cyproheptadine
|
7.
|
Dexchlorpheniramine
|
8.
|
Hydroxyzine
|
9.
|
Promethazine
|
10.
|
Tripelennamine
|
Antihistamin ( AH1) Generasi Kedua
| |
11.
|
Cetirizine
|
12.
|
Loratadine
|
Antihistamin ( AH1) Generasi Ketiga
| |
13.
|
Fexofenadine
|
14.
|
Desloratadine
|
PENGOBATAN ALTERNATIF adalah cara pengobatan tradisional yang kembali
digunakan sebagai alternatif dari pengobatan konvesional. Dengan semakin
banyaknya penelitian mengenai cara pengobatan ini yang terbukti relatif
ampuh dan aman menurut persyaratan pengobatan modern, banyak dari cara
pengobatan tradisional tersebut yang diambil sebagai terapi pendamping
atau komplemen (complement), sehingga berkembang menjadi CAM
(Complementary and Alternative Medicine).
Dengan perkembangan
baru itu, pemilihan terapi tradisional menjadi lebih jelas antara yang
dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya sebagai terapi yang sudah
diakui dan yang masih terdaftar saja karena belum didukung dengan data
penelitian yang akurat. Dalam pengertian itu, pengobatan kompementer
adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai
sebagai pendamping terapi konvensional yang diberikan dokter, misalnya
akupunktur dan hipnosis. Sedangkan terapi alternatif adalah pilihan
pengobatan yang tidak dilakukan dokter pada umumnya, tetapi oleh dokter
khusus (naturopathy dan homeopathy) dengan pendidikan yang berbeda, atau
praktisi yang menguasai keahliannya melalui pendidikan lain (sinshe dan
tabib).
PERBEDAAN DENGAN PENGOBATAN KONVENSIONAL
Kebanyakan
dari pengobatan alternatif yang terkenal, menggunakan prinsip-prinsip
praktik dasar yang berbeda dari prinsip dan praktik dasar pengobatan
paliatif yang konvensional. Hal-hal itu adalah:
1. KEMAMPUAN PENYEMBUHAN ALAMI
Pengobatan
alternatif ditemukan berdasarkan keyakinan yang mendalam akan kemampuan
atau daya penyembuh yang sifatnya alami. Praktisi pengobatan alternatif
menganggap sebagai kenyataan, bahwa setiap orang memiliki dalam dirinya
kemampuan alami untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Pengobatan
konvensional dari waktu ke waktu telah mengecilkan kemampuan alami
tersebut dengan berbagai bentuk intervensi secara fisik maupun
fisiologis. Contoh yang umum adalah meluasnya penggunaan antibiotik
untuk mengatasi penyakit pada anak-anak. Penyembuhan alternatif
cenderung akan menggunakan pengobatan yang mendukung atau memperkuat
sistem imunitas tubuh mereka dan bukannya menggunakan antibiotik untuk
mengatasi infeks.
2. ORIENTASI PADA PASIEN KETIMBANG ORIENTASI PADA DOKTER
Pengobatan
konvensional cenderung lebih berorientasi pada dokter, dimana pendapat
dan keyakinan sang dokter dianggap lebih penting dibanding pendapat dan
keyakinan sang pasien. Di pihak lain, pengobatan alternatif lebih
berorientasi pada pasien, dimana perasaan, keyakinan, dan pendapat sang
pasien menjadi unsur-unsur yang sangat penting dalam penanganan dan
proses pengambilan keputusan. Pengobatan alteratif yang bermutu
didasarkan atas apresiasi yang mendalam akan keajaiban dan misteri dari
setiap individu sebagai mahluk yang unik.
3. UNTUK MENCAPAI HASIL, PENGOBATAN ALTERNATIF MENGAMBIL WAKTU YANG LEBIH LAMA
Satu
tujuan utama pengobatan alternatif adalah untuk merangsang respons
penyembuhan alamiah dari tubuh dan membiarkan alam menjalankan
pernannya. Untuk alasan inilah laju penyembuhan berjalan lebih lambat
dibandingkan sistem konvensional dari penyembuhan paliatif.
4. PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN YANG ALAMI DAN UTUH
Banyak
penyembuhan alternatif menggunakan bahan-bahan yang alami seperti
ramuan dan jamu, bahan-bahan botanikal, homeopatik, suplemen nutrisi,
dan makanan yang utuh. Ada keyakinan umum di kalangan dokter-dokter
Naturopatik bahwa penggunaan produk-produk utuh atau alami untuk
menangani keluhan, hasilnya lebih baik dalam membantu proses penyembuhan
dari pada menggunakan bahan-bahan sintetik.
5. STANDAR KESEHATAN YANG LEBIH TINGGI
Praktisi
pengobatan konvensional biasanya melihat keadaan “sehat” sebagai
“absennya penyakit”. Maka timbul filosifi umum bahwa “jika anda tidak
sakit anda tidak perlu ke dokter”. Orang ‘sehat’ umumnya ke dokter untuk
check-up tahunan dan memperoleh sertifikat atau pernyataan sehat.
Penilaian atas kesehatan seseorang adalah hasil dari pemeliharaan fisik
dengan mengabaikan atau sedikit saja mempertimbangkan faktor-faktor gaya
hidup seperti pola makan, kebiasaan berolahraga, ataupun ,
masalah-masalah pribadi, dan psikologis.
Sebaliknya, sistem
pengobatan alternatif bekerja berdasarkan premis bahwa kesehatan adalah
suatu proses yang dinamis. Faktor-faktor lain, mulai dari daya energi
vital seseorang hingga tingkat kebahagiaannya dalam kehidupan pribadi
maupun profesionalnya, semua masuk pertimbangan. Bahkan kepedulian
beragama dan spiritualitas seserang, secara cermat diperhitungkan ketika
menevaluasi kesehatan dan kesejahteraannya.
6. TERUTAMA UNTUK PENYEMBUHAN PENYAKIT KRONIS
Pengobatan
konvensional menjadi pilihan utama dalam penanganan tauma dan keadaan
gawat darurat. Sedangkan pengobatan alternatif lebih ampuh dalam
penyembuhan penyakit kronis, meskipun homeopathy juga bisa sangat
efektif sebagai sarana pertolongan pertama
7. FOKUS PADA PENCEGAHAN DAN PENYEBAB PENYAKIT
pengobatan
konvensional lebih memfokuskan pada penangana gejala atau symptom, dan
jarang menekankan pada pencegahan atau penenganan penyebab dari suatu
keluhan. Sedangkan semua system alternative berusaha untuk menemukan dan
menangani penyebab dari suatu penyakit, dan menghindari upaya menutupi
gejala-gejala. Terapi alternative lebih fokus pada pencegahan penyakit
sebelum menjadi parah
8. PENDEKATAN YANG HOLISTIK
pengobatan
konvensional cenderung menjurus langsung kepada organ tubuh, sehingga
kita mengenal para spesialis seperti ophthalamologist (dokter spesialis
mata), cardiologist (dokter spesialis jantung), nephrologist (dokter
spesialis ginjal), neurologist (dokter spesialis saraf), dan sebagainya.
Pengobatan alternatif, tanpa kecuali, melihat setiap orang sebagai
individu yang unik dan menggunakan pengobatan holistic dalam menangani
pasien.
9. KEMAMPUAN TUBUH UNTUK MENGATASI PENYAKIT
pengobatan
konvensional berpegang pada tindakan intervensi yang agresif untuk
menangani penyakit. Hal itu tercerim dari istilah-istilah seperti peluru
yang ampuh atau ajaib (magic bullet) dan perang (perang melawan
kanker), dan cenderung memilih penyelesaian yang cepat (seperti juga
kebanyakan pasien). Sedangkan pengobatan alternatif berpegang pada
dukungan yang lebih lambat dan jangka panjang untuk memungkinkan daya
tahan dari dalam tubuh sendiri melakukan penyembuhan.
10. BAHAN-BAHAN YANG ALAMI UNTUK PENGOBATAN
“Persenjataan”
pengobatan konvensional terdiri dari pembedahan, kemoterapi, radiasi
dan obat-obatan farmasi yang ampuh. Sedangkan pengobatan alternatif
menggunakan bahan-bahan alami yang telah teruji dan penanganan
berkelanjutan yang lembut.
Pengobatan konvensional umumnya menolak
penggunaan pengobatan alami bahkan lama setelah kemajuan sistim ini
terbukti secara ilmiah (dengan kekecualian negara jerman). Kebanyakan
praktisi pengobatan alternatif dengan penuh antusias memanfaatkan cara
ini dan dalam banyak hal bisa menunjukan penggunaannya yang aman selama
pengalaman bertahun-tahun. Ginko biloba kini adalah obat yang paling
banyak diresepkan di jerman dan terbukti efektif untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit alzheimer. Ramuan Saw Palmetto juga diresepkan di
jerman untuk 90% kasus pembesaran prostat; sedang di amerika serikat
300.000 operasi prostat dilakukan setiap tahunnya untuk mengatasi
keluhan yang sama. Lebih menguntungkan untuk industri kedokteran, tapi
mungkin membahayakan dan tidak sejahtera untuk para pasien.
11. SETIAP PASIEN ADALAH INDIVIDU YANG UNIK
para
praktisi pengobatan konvensional dalam melakukan tugasnya mengikuti
pengarahan berdasarkan aturan-aturan yang ketat , yang diletakan oleh
sekolah kedoteran. Hal ini sering mengarah pada pendekatan “satu cara
untuk semua pasien”. Sebaliknya, para praktisi pengobatan alternatif
menangani setiap pasien sebagai individu, dengan demikian dilakukan
hal-hal yang menurut mereka adalah yang terbaik, bukan apa yang
digariskan oleh “buku petunjuk”.
12. DASAR KONDISI SEHAT ADALAH LANCARNYA ALIRAN ENERGI
pengobatan
konvensional menganggap tubuh sang pasien sebagai suatu sistem yang
maksimal (jantung adalah pompa, dan ginjal adalah penyaring penyaring
atau filter), dan yakin bahwa kebanyakan penyakit bisa dilacak ke arah
ketidak-seimbangan kimiawi. Karena itu cara penanganan yang baik adalah
juga dengan menggunakan zat kimia yang ampuh. Sistem pengobatan
alternatif – hampir tanpa pengecualian – menganggap bahwa tubuh kita
terdiri dari suatu jaringan saluran (meridian) yang membawa suatu bentuk
energi kehidupan. Penyumbatan atau keadaan yang tidak seimbang dari
pusat-pusat energi tersebut yang membawa ke kondisi sakit. Sasaran utama
dari pengobatan alternatif adalah untuk membersihkan sumbatan-sumbatan
dan memperkuat semua aliran energi tersebut agar sang pasien pulih
kembali kesehatannya.
13. PASIEN SEBAIKNYA AKTIF DALAM UPAYA PENYEMBUHAN SENDIRI
pengobatan
konvensional lebih menyukai pasien yang bersikap pasif dan menerima
tindakan pengobatan tanpa terlalu banyak bertanya. Sebaliknya,
pengobatan alternatif lebih menyukai dan dalam banyak kasus menghendaki
pasien mengambil bagian yang aktif dalam pencegahan dan penanganan
penyakit yang di deritanya.
14. LEBIH MEMEGANG PRINSIP FIRST DO NO HARM
baik
pengobatan konvensional maupun alternatif kedua-duanya berpegang pada
prinsip “tidak boleh melukai dalam menjalankan tindakan pengobatan”
(first do no harm). Namun dalam prakteknya pengobatan konvesional
seakan-akan melupakannya. Hans R. Larsen, M. Sc Ch. E, direktur
internasional Health News and The AFIB Report yang berpusat di
Vancouver, Canada, dalam edisi ke-93/ September 1999 International
Health News melaporkan: pembunuhan terbesar ketiga di Australia adalah
rumah sakit, dan lebih dari satu juta orang menderita secara serius di
rumah sakit Amerika Serikat setiap tahunnya. Keracunan darah yang
terjadi di rumah sakit menyenbabkan 62.000 kematian, bedah bypass
berakibat dengan 25.000 penderita stroke, dan dua juta pasien menderita
reaksi obat yang berlebihan di rumah sakit Amerika setiap tahunnya. Dari
jumlah tersebut, lebih dari 200.000 meninggal dunia. Ini menjadikan
reaksi obat yang berlebihan di rumah sakit sebagai penyebab kematian
keempat setelah sakit jantung, kanker dan stroke.
15. PERHATIAN YANG LEBIH PENUH PADA PASIEN
praktik
pengobatan konvensional sangat terkait secara kuat dengan industri
obat farmasi, yang prioritas utamanya adalah pencapaian keuntungan
usaha. Meskipun kebanyakan dokter konvensional berusaha berpegang pada
prioritas “menyembuhkan pasien”, namun hal ini makin sulit dalam
prakteknya karena mereka bekerja dalam sistem farmasi yang sarat dengan
salesman, aturan-aturan menurut buku, ketakutan akan tuntutan
malpraktek, tumpukan paperwork untuk memnuhi keinginan birokrasi dan
perusahaan asuransi, dan tekanan waktu dari antrean para pasien.
Sementara itu, kebanyakan praktisi pengobatan alternatif saat ini belum
menghadapi kendala dan tekanan semacam ini, dan masih lebih bisa
memberikan perhatian penuh kepada pasien-pasien mereka.
referensi :
Hadibroto, Iwan dan Syamsir Alam. 2006. Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer
- Melakukan hal-hal yang melanggar hukum yang berlaku
- menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat
- Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu yang buruk